Selasa, 06 Desember 2011

ONAN "MELAYU" (Realita Pasar Tradisional)

Pendahuluan
Setiap individu dalam masyarakat membutuhkan beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dalam hidupnya guna untuk mempertahankan hidupnya. Setiap manusia membutuhkan orang lain dalam ketergantungan sosial didalam interaksi secara kolektif dalam masyarakat. Ketergantungan ini karena manusia adalah makhluk sosial, berakal budi, dan memiliki naluri dalam perasaan kebersamaan dalam kelompok.
Setiap kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu dalam masyarakat biasanya diperoleh melalui suatu lembaga yang merupakan wadah perkumpulan antar warga masyarakat, yakni pasar. Pasar adalah tempat transaksi jual beli bagi masyarakat. Pasar juga berfungsi sebagai tempat informasi, media interaksi antar berbagai lapisan masyarakat, antar etnis, antar golongan, yang semuanya merupakan kesatuan masyarakat ataupun komunitas yang mendiami suatu wilayah.
Dalam judul tulisan ini (Onan “Melayu” di Pulau Tello), akan menjelaskan sedikit mengenai hal yang berkaitan dengan tukar-menukar yang terjadi dalam sebuah pasar tradisional yang terletak di daerah terpencil tepatnya di Pulau Tello, Nias Selatan. Adapun alasan penulis mengambil judul ini, karena ada hal yang menarik berkenaan dengan situasi pasar, dan juga komunitas yang ada merupakan masyarakat yang majemuk. Seterusnya perdagangan ini seringkali dilakukan antar-pulau yang terletak disekitar kepulauan batu (seperti misalnya penelitian Bronislaw Malinowski sistem "kula" di Kepulauan Trobriand).
Data ini diambil hasil penelitian beberapa tahun yang lalu yang ditulis dalam sebuah catatan pada masa liburan. Pulau Tello berada di kepulauan Nias sebelah selatan, yang merupakan wilayah pemerintahan kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Terbentuk dalam satu pemerintahan kecamatan yakni Kecamatan Pulau-Pulau Batu. Posisi daerah ini merupakan perbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat (Kepulauan Mentawai).
Masyarakat Pulau Tello merupakan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan etnis yang terdapat disana dapat kita lihat dari asal-usul keturunan mereka yang berlainan dan merupakan masyarakat perantau. Namun hubungan kerja sama seakan kuat bagi mereka dalam bermasyarakat.

Asal-usul Onan “Melayu” Pulau Tello
Onan adalah merupakan salah satu pasar tradisional. Di daerah ini terdapat sebuah pasar tradisional yakni onan”Melayu”. Onan ini dibangun pertama kali pada tahun 1800 oleh seorang bangsawan melayu yang merantau dari Bengkulu ke Pulau Tello. Kondisi onan pada waktu itu belum sempurna, dengan lapak yang masih terbatas. Pada tahun 1908 barulah dibangun ketika masa pemerintahan Belanda di Indonesia dan menduduki wilayah Kepulauan Batu (Pulau Tello). Suasana mencekam menyelimuti kota Bengkulu pada waktu itu sehingga banyak keturunan orang melayu merantau ke daerah lain guna mendapatkan keselamatan dan keamanan.
Dulunya dibangun bersama dengan masyarakat setempat dengan hasil pertukaran antara kebun Nilam yang selama ini daerah Pulau Tello merupakan penghasil Nilam dengan tembaga dan perak pada waktu itu. Nilam ini mereka jual kepada bangsawan melayu yang kemudian mereka mengolahnya sendiri. Tempat pengolahan mereka lakukan secara tradisional di Pulau Tello juga hampir 15 tahun lamanya.
Setelah beberapa waktu kemudian, dibangun pasar tradisional ini, yang mana pada waktu itu wilayah Pulau Tello adalah wilayah keresidenan Sumatera Barat pada masa Kolonial Belanda.tetapi sejak 1928 Pulau Tello dipindahkan ke wilayah keresidenan Tapanuli. Pembangunan pasar tradisional ini diprakarsai juga oleh Raja Sitipu, yang merupakan pembuka kampung di Pulau Tello tersebut. Adapun sejarah asal-usul nama onan tersebut adalah onan “Melayu” karena dulu pada masa Raja Sitipu dan etnis melayu yang pertama sekali membuka kampung di Pulau Tello tersebut. Makanya nama pasar tradisional tersebut adalah onan “Melayu”.
Onan “Melayu” ini terletak di kelurahan pasar Pulau Tello, yang merupakan pusat kota Kecamatan Pulau-Pulau Batu. Namun karena nama onan tersebut adalah onan “Melayu” bukan berarti etnis melayu yang boleh berdagang, tetapi sebaliknya etnis lain juga memiliki peranan dan bahkan dari pulau-pulau lain di sekitar Pulau Tello berdatangan berdagang disana.
Sebelum masa kemerdekaan onan “Melayu” ini terkenal pada semua lapisan masyarakat,bahkan etnis yang tersebar dalam 101 buah pulau yang terletak disana. Semua hasil bumi dari masing-masing pulau-pulau yang ada di sekitar Pulau Tello didatangkan dengan angkutan transportasi sesederhana mungkin berupa sampan kecil berukuran 3-5 meter yang memiliki cadik dan tidak memiliki mesin hanya digerakkan oleh pendayung dan layar.
Namun sesudah kemerdekaan sampai saat ini keberadaan onan tersebut masih tetap utuh, hanya dengan dibangunnya pasar inpres sedikit mulai berkurang pedagang yang terdapat disana. Tetapi potensi perkembangan dari pasar tersebut menunjukkan potensi yang cukup dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pasar dan Makna Kedermawanan
Pulau Tello salah satu pulau besar yang terdapat dikepulauan batu. Kepulauan Batu ini tersebar 101 buah pulau-pulau yang belum semuanya berpenghuni. Dari sekian ratus pulau yang terdapat di kepulauan ini, yang merupakan pusat perdagangan daerah ini adalah Pulau Tello. Karena kepadatan penduduk, dan merupakan pusat pemerintahan Kecamatan Pulau-Pulau Batu.
Dengan keadaan seperti itu kelihatan menarik diteliti, dengan hasil pengamatan masyarakat yang berada di kepulauan batu memperdagangkan hasil buminya setiap hari ke Pulau Tello. Media transportasi masih sesederhana mungkin hanya dengan menggunakan sampan berukuran 3-5 meter mereka membawa dagangannya ke onan “Melayu” Pulau Tello.Onan “Melayu” ini tidak jauh dari pantai maka dengan itu para pedagang dulunya kebanyakan berdagang di atas sampan atau perahu langsung yang mereka miliki di tepi pantai disebabkan kepadatan masyarakat yang melakukan transaksi perdagangan.
Perlu diketahui etnik yang terdapat di Pulau Tello adalah etnik Nias, Minang, Melayu, Bugis, Batak dan Cina. Kondisi masyarakat yang heterogen ini semakin menarik perhatian untuk diteliti dalam melihat sistem pengetahuan tradisional mereka.
Setiap harinya masyarakat Pulau Tello berdatangan ke onan dalam melakukan transaksi pasar. Dulunya onan ini sangat ramai dikunjungi karena merupakan satu-satunya pasar yang terdapat disana. Baik berbagai etnis seperti nias, minang, melayu, cina, dan batak juga hampir semua mengunjungi lokasi ini.
Barang yang diperdagangkan beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terutama hasil bumi berupa: pala, jahe, kentang, umbi-umbian, pisang, sayur-sayuran, durian, sagu, kelapa, petai, jengkol, dan hasil bumi lainnya yang merupakan hasil pertanian penduduk setempat baik yang berasal dari Pulau Tello sendiri maupun yang berasal dari Pulau-Pulau lainnya di sekitar Pulau Tello.
Dalam memasarkan hasil dagangnya, cukup membutuhkan waktu relatif lama bagi masyarakat. Perlu diketahui jarak antar pulau dipisahkan oleh laut yang bisa memakan waktu yang cukup jauh. Maka dengan itu untuk pedagang yang berasal dari Pulau yang terjauh jam 3 pagi harus turun kelaut membawa barang dagangnya dengan sampan atau perahu untuk sampai ke onan “Melayu” tepat pukul 07.00 wib di Pulau Tello karena onan ini buka dan ramai tepat pada pukul 06.30 wib. Paling jauh jarak tempuh pedagang memakan waktu 4 jam perjalanan menggunakan sampan untuk sampai ke kota dengan jarak tempuh 15 mil laut.
Lain halnya lagi dengan pedagang yang berasal dari Pulau Tello sendiri, dengan transportasi sepeda,beca, atau jalan kaki membawa dagangannya ke pasar. Sungguh merupakan keuletan dan kegigihan pedagang dan masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhannya. Jarak tempuh bagi pedagang yang berasal dari Pulau Tello sendiri tidak kurang dari 2 jam perjalanan paling lama dengan jarak tempuh 12 Km dengan berjalan kaki.
Masyarakat Pulau-Pulau Batu mengenal suatu pengetahuan tradisionil yakni anyaman tikar dan juga pembuatan gelang,cincin,ikat pinggang yang terbuat dari kulit penyu. Anyaman tikar ini Produksinya kita jumpai terutama di desa-desa seperti desa Sinauru, desa Hayo, Bintuang, Fuge, yang memiliki pengetahuan akan cara pembuatan anyaman tersebut. Bahannya masih sederhana mungkin. Hanya dengan bermodalkan daun Nipah (sagu) yang dikeringkan dan dirajut sedemikian rupa agar menjadi halus dan bisa ditempa.
Tikar ini mereka buat sendiri rata-rata dikerjakan hanya pada satu keluarga. Artinya masing-masing keluarga memiliki keahlian tersebut. Hasil anyaman tersebut mereka bawa ke kota kecamatan Pulau Tello untuk dipasarkan pada onan “Melayu” di Kelurahan Pasar Pulau Tello. Rata-rata penjualan mereka satu tikar seharga Rp.20.000 per lembar. Namun tidak banyak warga setempat yang memiliki keahlian tersebut. Hanya rata-rata keahlian itu ada pada orang Nias. Ada satu keistimewaan tikar ini selain mudah dibawa kemana-mana, murah, dan juga rasa empuk ketika kita beristirahat. Rata-rata hasil anyaman ini terjual pada masyarakat pendatang yang dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Selain tikar, ada satu sistem pengetahuan dan teknologi lainnya untuk dilestarikan dan dikembangkan, yakni teknologi pembuatan “gelang goyo”. Gelang goyo ini terbuat dari bahan kulit penyu asli yang berasal dari Pulau-Pulau sekitar Tello. Cara pembuatan masih sesederhana mungkin, yang boleh dikatakan adalah industri keluarga. Hasil teknologi ini adalah membuat gelang,cincin, tali pinggang, jam, kipas, yang bentuknya unik dari bahan kulit penyu. Dulunya penduduk yang mengenal dan mengetahui teknologi ini adalah orang Nias asli yang berada di Kecamatan Pulau-Pulau Batu, yang relatif banyak. Namun sekarang banyak para pembuat gelang tersebut yang meninggal dunia dan ada yang berimigrasi keluar daerah. Namun sebagian masih menetap di kecamatan Pulau-Pulau Batu terutama di pulau-pulau. Pembuatnya sampai sekarang masih orang Nias asli seperti dulu, yang menetap di Kecamatan Pulau-Pulau Batu.
Adapun hasil industri yang mereka olah tersebut mereka pasarkan dikota kecamatan onan “Melayu” terutama pada bulan juni dan agustus karena pada bulan ini banyak pendatang-pendatang yang berkunjung karena hari libur dan juga pada saat acara penyambutan 17 agustus. Rata-rata mereka menjual tergantung dari jenisnya. Misalnya untuk ikat pinggang seharga Rp. 25.000 – Rp.60.000, untuk jam Rp.20.000 –Rp.30.000, Cincin Rp.7.000 – 15.000 dan gelang berkisar Rp.20.000.
Rata-rata yang mengkonsumsi hasil industri tradisional tersebut adalah para pejabat-pejabat, pegawai pemerintah, dan juga para anak-anak muda juga. Rata-rata untuk pejabat yang mengadakan Kunker (Kunjungan Kerja) ke kecamatan Pulau-Pulau Batu, mereka mendapat cendera mata dari hasil industri tersebut. Dan selain itu juga yang mengkonsumsinya adalah para pendatang yang mereka gunakan untuk oleh-oleh yang mereka bawa ke kampungnya.
Ada banyak teknologi-teknologi lain yang dimiliki oleh warga sebagai sistem pengetahuan lokal, seperti misalnya cara pembuatan minyak dari kelapa, kemudian pembuatan kopra, pembuatan kue tradisional, yang semuanya kelihatan unik dan juga boleh dikatakan menarik. Inilah suatu keanekaragaman etnik tadi yang melatar belakangi terjadi hal demikian. Karena masing-masing etnik membawa keahlian dan pengetahuan masing-masing yang kemudian bila disatukan akan membawa keuntungan yang signifikan oleh warga sehingga pendapatan warga meningkat dan daerah menjadi berkembang.
Pada masyarakat Pulau Tello identik kebersamaan dalam bermasyarakat. Seperti masyarakat etnis melayu yang terdapat pada pasar onan “Melayu” yang merupakan keturunan para pendiri onan tersebut, memiliki sifat terbuka dengan etnis lain dalam berinteraksi di dalam pasar. Begitu juga dengan etnik lainnya seperti Nias, Minang, Bugis, Batak dan Cina, mereka saling bekerja sama dan tolong-menolong dalam pemenuhan kebutuhan.
Selain makna dalam pemenuhan kebutuhan, interaksi yang terjadi di Onan juga menggambarkan adanya makna lain yakni kedermawanan. Terutama kita lihat pada perdagangan gelang goyo yang ada di Pulau Tello. Ada makna kedermawanan yang ditunjukkan oleh warga pada saat melakukan transaksi. Gelang goyo ini terkadang mereka berikan sebagai hadiah kepada pendatang baru di Pulau Tello, terutama para pejabat. penyebaran suatu sistem kedermawanan seperti gejala Pothlach yang terjadi sudah Turun-temurun mereka lakukan. Rasa keikhlasan tanpa berharap akan belas kasihan bagi mereka adalah prinsip hidup mereka. Sepertinya gelang goyo tersebut mereka simbolkan sebagai rasa simpati mereka kepada pejabat dengan mengungkapkan kedermawanan mereka.
Biasanya mereka berlomba-lomba untuk memproduksi barang tersebut untuk dipasarkan dengan ukiran-ukiran seindah mungkin. Dengan tujuan dan harapan pemberian yang mereka berikan dapat diterima oleh pejabat dengan perasaan yang puas dan ringan menerimanya. Mereka tidak mengharapkan apa-apa dengan maksud ini. Tetapi mereka mengharapkan supaya daerah ini (Pulau Tello) dapat dikenang oleh beliau dan dengan usaha keberlanjutan peningkatan ekonomi masyarakat ini dapat terlaksana atas usaha bersama pemerintah.
Disamping itu peranan pasar onan”Melayu” ini juga merupakan media informasi dari masing-masing etnis atau pulau-pulau lain. Interaksi yang terjadi sangat alot melalui percakapan karena rasa kebersamaan yang tumbuh pada masing-masing etnik. Karena alasan ini rasa persaudaraan dari masing-masing etnik semakin kuat apalagi bila salah seorang penduduk di Kepulauan Batu ini terkabar meninggal dunia, maka masyarakat tersebut langsung memberikan sumbangan bantuan berupa beras dan alat-alat dapur beserta pakaian. Disinilah mereka menunjukkan kedermawanan mereka sebagai tujuan untuk kebersamaan dalam masyarakat.
Selain itu suasana pasar yang Sangat tradisional ini merupakan ciri khas dari keadaan perekonomian masyarakat kita dan merupakan objek penelitian yang sangat menarik diteliti. Nilai-nilai kebersamaan yang optimal menjangkau pemikiran dari masing-masing etnis yang menggabungkan persepsi untuk kebersamaan dan kerukunan hidup berdampingan dalam satu daerah yang sama. Mereka bukan ingin menunjukkan kekuasaan mereka tetapi untuk kebersamaan masyarakat dalam berusaha memajukan perekonomian masyarakat.

Penutup
Kegiatan pasar tradisional adalah gambaran bagi kita dalam melihat perkonomian rakyat selama ini. Nilai-nilai kebersamaan dalam kelompok dan kedermawanan yang kuat adalah warisan turun-temurun yang dimiliki oleh warga Pulau Tello sebagai tujuan untuk kemakmuran rakyat. Sehingga jelas suasana gotong royong benar-benar dimiliki oleh masyarakat pedesaan berbanding terbalik dengan masyarakat kota saat ini. Jadi jelas potlach yang terjadi bukan hanya untuk kekuasaan tetapi merupakan Resiprositas umum yang terjadi di Onan “Melayu” Pulau Tello ini.
Gejala potlach adalah benar-benar merembes pada masyarakat tradisional di Indonesia termasuk daerah terpencil saat ini yang terjadi di Pulau Tello pasar tradisional Onan “Melayu”. Gejala ini hingga saat ini masih tetap ada dan berkelanjutan. Tujuan mereka adalah bukan untuk kekuasaan dalam kelompok tetapi untuk kebersamaan dalam kelompok dengan memupuk rasa kebersamaan dalam kelompok. Sikap terbuka dengan para pendatang adalah ciri khas bagi masyarakat Pulau Tello. Ini merupakan salah satu gambaran masih melekatnya nilai-nilai tradisional yang berkaitan dengan moral dan nilai religius yang tinggi dimiliki oleh warga.
Adalah bukan suatu gengsi dalam menonjolkan harta yang dimiliki tetapi merupakan ikatan batin untuk kebersamaan dalam kelompok dalam wadah bermasyarakat merupakan cermin perilaku masyarakat Pulau Tello. Gejala seperti ini masih tetap eksis dan membudaya turun-temurun. Mengandalkan suatu potensi alam yang dimiliki sebagai wujud kerja keras mereka selama ini dalam menghasilkan kebutuhan masing-masing warga masyarakat.

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
    dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
    beri 4 angka [0123] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus .
    dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
    ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu KI. insya
    allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
    kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
    sekali lagi makasih banyak ya AKI? bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
    yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI JAYA,,di no (((085-321-606-847)))
    insya allah anda bisa seperti saya?menang NOMOR 450 JUTA ,

    PESUGIHAN DANA GAIB

    PESUGIHAN UANG BALIK

    DAN PESUGIHAN TUYUL

















    BalasHapus